Rabu, 08 Desember 2010

Riset Air Dua Kullah Disertai Studi Lapangan

Pengertian dan Ukuran Dua Kullah Hadist Rasulullah saw yang artinya: Apabila air cukup dua kullah, tidaklah dinajisi oleh suatu apa pun. (riwayat lima ahli hadist) Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) hal. 609 dijelaskan bahwa kulah adalah tempat menyimpan air yang dibuat dari batu, atau bak air. Di daerah Jawa kulah adalah kamar mandi, arti lainnya mengacu pada pengertian ‘kolam kecil’. Sedangkan dalam ritual agama Islam kulah adalah ukuran banyak air yang dapat digunakan untuk mencuci dan berwudhu. Selain dalam KBBI, dijelaskan pula dalam buku Fiqh Islam hal. 15, dua kulah ialah banyaknya air yang menurut ukuran 1,25 hasta untuk panjang, lebar dan tinggi/dalamnya. Ungkapan serupa mengenai pengertian kulah juga ditemukan di Kamus Bahasa Indonesia (KBI) hal 152 bahwa kulah merupakan tempat air yang dibuat dari batu yang memiliki bangun empat persegi. Sedangkan hasta, masih dalam referensi yang sama, KBBI hal. 392 dan KBI hal. 97, kedua-duanya menguraikan bahwa hasta adalah ukuran panjang dari siku sampai ujung jari tengah (± 47 cm, berarti 1,25 hasta = 1,25 x 47 cm = 58,75 cm—pen.). Di dalam kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia hal. 1152 terdapat kata al-qullatu yang artinya al-jarratul’azhiimatu, dalam terjemahan bahasa Indonesia berarti tempayan/buyung besar. Dalam KBI hal. 306 tempayan artinya buyung besar tempat air. Masih dalam Al-Munawwir hal 1152, ada pula kata al-qullataani artinya ukuran air sebanyak 60 cm3. Ukuran ini mendekati ukuran 1,25 hasta di atas yakni 58,75 cm.
Mengenai ukuran dua kullah sama dengan 60 cm3 ini, ditemukan pula pada terjemahan Safinatunnaja hal. 6 yang menyebutkan bahwa air banyak ialah air yang sudah mencapai dua kullah (± 60 cm3, atau 245 liter), juga terjemahan lainnya hal. 22 menjelaskan bahwa dua kullah yaitu kadar air yang bisa ditampung di dalam wadah air yang persegi yang panjang, lebar dan dalamnya sesiku seperempat (60 cm) sama dengan 216 liter. Masih dalam halaman referensi yang sama Rasulullah saw bersabda yang artinya: Apabila air sudah mencapai dua kullah, dalam arti kullah Negeri Hajar, maka air tersebut tidak menerima najis. (riwayat Al-Baihaqi). Ibnu Juraij berkata bahwa dia telah melihat kulah Negeri Hajar, yang ternyata dapat memuat air sebanyak 2 gariba lebih sedikit, yakni gariba Hijaz. Oleh Imam Syafi’I, yang lebih sedikitnya dijadikan setengah gariba karena ihtiyath. Jadi jumlah dua kulah sama dengan 5 gariba Hijaz, sedang 1 gariba Hijaz tidak lebih dari 100 Khaatii Baghdad, yang berarti 5 gariba HIjaz sama dengan 500 Khaatii Baghdad, yakni suatu volume yang sama dengan volume 216 liter. Menentukan Volume Wadah-wadah Air Di Sekitar Kita Telah dijelaskan panjang lebar bahwa volume air dua kullah sama dengan 216 liter. Masalah berikutnya adalah bagaimana mengetahui air suci lagi mensucikan yang ada di sekitar kita telah mencapai dua kullah atau belum. Tentu persoalan ini tidak akan terpecahkan tanpa adanya campur tangan bidang keilmuan lain. Karenanya masalah ini dengan sendirinya menjadi tugas dari ilmu geometri dan bangun ruang yang akan membantu kita mengetahui volume dari berbagai bentuk wadah air yang ada di sekitar kita. Secara umum ada dua jenis bentuk wadah air, atau sekedar buat menakar air, yakni pertama persegi seperti umumnya bak mandi, kedua silinder/tabung umpamanya ember dan drum bekas. Untuk wadah dengan bentuk selain dari dua bentuk wadah tersebut bisa diketahui volumenya dari penakaran dengan wadah yang telah diketahui volumenya. 1. Untuk mengetahui volume wadah berbentuk persegi dapat menggunakan rumus p x l x t yakni panjang x lebar x tinggi/dalam. Misalnya diketahui panjang sebuah bak 40 cm, lebar 80 cm dan dalamnya/tingginya 60 cm, maka dapat dicari volumenya dengan mengalikan ketiga ukuran tersebut, yakni 40 x 80 x 60 cm = 192000 cm3. Untuk mengkonversikannya ke dalam satuan liter digunakan kaidah: 1 liter = 1000 ml = 1000 cm3, maka 192000 cm3 = 192 liter. Karena dua kullah harus mencapai 216 liter, itu berarti walaupun bak tersebut diisi penuh air, airnya belum juga mencapai dua kullah. 2. Untuk mengetahui volume wadah berbentuk silinder/tabung dapat digunakan rumus πr2 t, dengan π = 22/7, r = jari-jari lingkaran = ½ dari diameter atau garis tengah lingkaran alas wadah, t = tinggi/dalam wadah. Misalnya diketahui sebuah drum memiliki garis tengah/diameter 80 cm dan tinggi 75 cm. Pertama-tama cari dulu nilai r yakni ½ dari diameter, jadi r = 40 cm. Lalu dicari volumenya dengan rumus πr2 t, berarti 22/7 x (40 cm)2 x 75 cm = 377145 cm3. Setelah dikonversikan menjadi 377,15 liter. Dengan demikian jika drum diisi air akan mencapai dua kullah pada tinggi batas tertentu, bahkan lebih jika diisi sampai penuh. Studi Lapangan Dalam studi lapangan, penulis mempergunakan ember bekas cat tembok 20 kg sebagai penakar air, sehingga nantinya akan didapat kesimpulan bahwa air sebanyak n ember bekas cat tembok 20 kg volumenya sama dengan dua kullah. Dengan demikian dalam studi lapangan ini perhatian penulis terfokus pada pencarian nilai n tersebut. Rumus yang digunakan v = πr2t …………………………………………………….. rumus 1) n x v = 216 liter …………………………………...……….. rumus 2) Keterangan: V = volume 1 ember bekas cat tembok π = 22/7 t = tinggi ember r = jari-jari alas ember n = jumlah ember yang diperlukan agar didapatkan volume sebanyak dua kullah. 216 liter = jumlah air yang setara dengan 2 kullah. Data hasil pengukuran 1. Diameter alas ember (d) = 25 cm 2. Jari-jari alas ember (r) = ½ d = 12,5 cm 3. Tinggi ember (t) = 36 cm Pengolahan data Rumus 1) v = πr2t = 17678,57 cm3 = 17,68 liter Rumus 2) n x v = 216 liter n = 216 liter/v n = 216 liter/17,68 liter n = 12,22 Kesimpulan Dari hasil studi pustaka didapatkan kesimpulan bahwa air dua kullah sama dengan volume air sebanyak 216 liter. Untuk memperoleh air sebanyak dua kullah diperlukan air sebanyak 12,22 ember bekas cat tembok 20 kg yang digunakan sebagian masyarakat Gunung Roay, Tasikmalaya.

Jadi Pelopor


Bisa jadi nu kapikir pangheulana saba’da maca judul tulisan ieu, yén pelopor téh nyaéta jalma-jalma terpilih nu ngajaléjér di barisan hareup, tur di tukangna pagelek-gelek jalma, ti golongan rahayat leutik, loba pisan pada naluturkeun. Tuluy bé kadituna ngarasa wegah. Pasti wegah lamun anjuran “sing jadi pelopor” bieu, dina pikiran urang ditafsirkeun tunggal modél di luhur. Komo keur rahayat biasa modél kuring mah. Kusabab kitu ulah tunggal ngagambarkeunnana, da singhoréng jadi pelopor téh teu ukur di wilayah nasional atawa daérah, tapi dina jero kahirupan masyarakat anu pangleutikna ogé bisa jadi pelopor mah. Malah dina gaul padu duaan gé jadi.

Naon atuh pelopor téh? Kudu jadi pelopor, hartina urang kudu bisa mawa, bisa ngawarnaan ka batur, sok sanajan babaturan atawa dulur hiji-hijina. Mawa jeung ngawarnaan kana naon? Tangtu lain kana kaawonan, tapi kana kahadéan, dina widang naon wé éta mah.

Masing ukur ka saurang, bari ngawarnaannana saeutik, ulah jadi ngarasa can nyieun kahadéan naon-naon. Sing inget, kahirupan sosial teh lir ibarat mobil. Urang teu kudu jadi mesinna waé, da jadi baud sasiki gé gedé gunana.

Jeung sing inget, yén moal bisa urang ngawarnaan ka batur lamun diri sorangan can boga warna. Badé nyerat kumaha lamun pulpén teu aya mangsian. Hartina, jadi pelopor lain ukur ku ucap wungkul, tapi dibarengan ku lampah jeung tekadna.

Selasa, 30 November 2010

Senin, 29 November 2010

Unlimited Energy Wheel: A Hypothesis That Will Become True Or Just A Dreams?



He spun to find the balance point which never found..

Based on the belief that there is an infinite source of energy in this world, I sees the magnet as an object that has a lasting of traction. Moreover, magnetism and the resulting motions does not produce residue that will cause pollution. This seems ordinary, but for me it raise a kind of extraordinary challenge, to answer some questions. Through the use of magnets, is it possible to produce energy without fuel, use no the pressure of steam, no waterfalls turbines, and without chemicals? Are pieces of magnets can be arranged so that the magnetism can be transformed into an energy-producing movement?

Did you know ...

Some cases of industry in some countries, like the creation of an electric-powered cars and solar electricity generating system show the process of transition to environmentally friendly energy sources. We realize that the use of fuel as an energy source, at any time cause harmful environmental emissions. The most felt impact is global warming, one of the causes is the greenhouse effect. Based on industry cases above, we believe that the harmful effects of pollution can be reduced in the future, or even eliminated.

However, battery technology using chemicals may no longer be available in the future. Because of limited chemical material. So did the solar power generation system, it will not work in cloudy weather. This is a problem that needs to be solved. In this case I propose the hypothesis that the magnets could be a solution to the problem. We know that magnetic attraction is never lost, unless exposed to excessive heat or haymaker, not affected by weather and the availability of fuel. But other problems arise, how a magnet can do it?

The answer is simple, first attraction magnetic energy is converted into motion, second motion energy is converted into electrical energy or used directly as the impetus. However, other problems also arise from this answer, namely how the magnetism can be converted into motion energy without electricity and other activation energies?

I believe that if an arrangement can be found, the magnet can be made to rotate without stopping. I believe there is an imbalance theory suitable for a simple construction. Then I remembered the Fibonaci line believed to be the bearer of "god number" logic. So I make a theory of imbalance with Fibonaci line, namely 3 and 5 for my construction. The two numbers can be found in the following simple scheme of unlimited energy wheel :


The dark blue part is the magnet. The attached magnets to the triangle dimensional wheel surface and magnets on the inner wall surface, both mutual attraction. Construction is designed to produce rotary motion in a clockwise direction.

This scheme still has to go through several stages of research to succeed. In first experiments, still failed. The device can only rotate 180 degrees. This is a picture of the experiment :


This may be due to some constraints as follows: first, not yet achieved the ideal distance associated with the magnetic field and magnetic force, so that the resistance is still too big. second, the device is made less precise because it uses simple materials. Third, the scheme needs to be modified.

Please to donate your idea!

Let's fight together for the future!


Moal Ngarti Bener, Kajaba Dilaksanakeun


Geus teu anéh paribasa: Experience is the best teacher! Dina facebook, dina blog, dina pidato-pidato. Bakat teuing ku teu anéhna, dugi ka seueur nu ngagampangkeun, tuluy poho kana harti nu sabenerna. Teu benten sareng kajadian kieu, bakat teuing ngarénghap jeung ngiceup terus-terusan unggal detik, tepi ka kalolobaan manusa hilap kana manfaatna anu ageung. Experience is the best teacher! Ieu kalimah énténg, tapi saenyana purakeun kénéh. Dina buku Melvin L. Silberman, nu judulna Active Learning, halaman 23, dijéntrékeun yén leuwih ti 2400 tahun ka tukang, Konfusius nganyatakeun tilu hal, kieu:

Yang saya dengar, saya lupa

Yang saya lihat, saya ingat

Yang saya kerjakan, saya pahami

Ari guru nu pangalus-alusna nyaéta nu matak ngarti dimana ngajarkeun hiji hal. Kunaon disebut experience is the best teacher, nu hartina pengalaman adalah guru terbaik?

Hiji hal bakal disebut kaalaman lamun geus pernah kalaksanakeun. Upamana aya jalma manggih sababaraha kalimah anjuran dina buku atawa dina website. Éta kalimah-kalimah teu ukur dibaca, ditulis jeung diinget-inget, tapi tuluy prak dilaksanakeun. Tah ti saprak éta anjuran dilaksanakeun, maka jadi pangalaman. Kadituna mun geus prak ngalaksanakeun sok daratang kana pikiran persepsi anu béda-béda. Upamana anjuran kahiji mah saluyu jeung pikiran, nu kadua leuwih-leuwih, tapi nu katilu mah kalah patukang tonggong jeung pamikiran. Patukang tonggong na mah badé kusabab beurat teuing atawa memang kurang saluyu jeung karakter nu ngalaksanakeunnana.

Upama saluyu, bakal nguatan kana ngalaksanakeun kalawan istiqamah. Upama patukang tonggong, bakal nimbulkeun sikep kritis. Duanana ogé positif.

Matak bener naon anu ditegaskeun ku Konfusius dina kalimah na nu katilu: “yang saya kerjakan, (itu yang) saya pahami”. Hartina nu dipigawe eta nu kaharti.

Kamis, 11 November 2010

Nyanghareupan Masalah


Al-Qur’an ngajarkeun dina surat Al-Insyirah (94) ayat 7-8 yén réngsékeun heula pagawéan nu hiji, geus réngsé nu hiji, anu digambarkeun ku kecap (فرغت) nyaéta jeda waktu, dimana kaayaannana tenang/plong saréngséna aya dina kasibukan, pék nincak kana pagawéan satuluyna. Mun ieu ayat diamalkeun, moal aya istilah bingung, moal aya basa kieu salah kieu lain, moal aya paribasa kawas ngarawu ku siku. Nu jadi matak pagawéan teu anggeus-anggeus. Dina anggeusna ogé awut-awutan, rapih ku rapihna.

Ieu ayat ngajarkeun sikep fokus dina milampah hiji pagawéan, leukeun tepi ka réngsé kalayan bener. Tuntas nu hiji nembé kanu satuluyna. Mun dina basa atikan mah, sistematis. Naon nu didugikeun ku Al-Qur’an ieu saluyu sareng sifat manusa. Kalolobaannana manusa teu mampu nyanghareupan rupa-rupa pagawéan dina sawaktu bari carana hadé tur mantep. Bisa jadi lamun maksa, éta rupa-rupa pagawéan teu tepi kana hasil anu alus, saperti anu diharepkeun.

Bisa dipaham ku urang nalika urang ngalaman sorangan. Da éstuning karasa bédana migawé pagawéan ku cara dirameuh-rameuh, atawa hiji-hiji tapi kurang pas ngurutkeunnana, jeung dihanca hiji-hiji bari alus urutannana.

Naha ari kamampuan terbatas, tapi kalolobaan manusa migawe pagawéan téh sok dirameuh-rameuh? Alesana mah boh pédah didadak atawa bakat hayang téréh réngsé. Kapan ari manusa mah dititipan nafsu. Memang ceuk kahayang mah kabéh masalah réngsé sakaligus. Ceuk paribasa: dalam hati ingin memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai.

Tapi lamun diteleban, daripada teu kuat mindahkeun taneuh sagunung sakaligus, terus dicobaan tepi ka béak tanaga, leuwih hadé pindahkeun saroda-saroda.

Teu kurang pentingna, dina nyanghareupan masalah urang kudu apal naon ari masalah téh. Ceuk dosén simkuring nu dingaranan masalah téh nyaéta: Kesenjangan antara harapan dengan kenyataan. Ari hémat simkuring, berarti nyanghareupan masalah hartina usaha sangkan kényataan tepi kana harepan.

Masalah bisa bae ngandung unsur pangwangun anu loba tur silih pakait. Kusabab kitu, lengkah kahiji urang kudu apal atawa nga-identifikasi heula masalahna, sahingga jelas naon baé unsur pangwangunna. Mun geus katenjo, tangtukeun timana heula, atawa unsur mana heula nu kudu diréngsékeun. Réngsé nu kahiji kanu kadua jeung saterusna.

Ngan di dieu aya oge pamikiran séjén anu leuwih dasar, yén unsur masalah anu kudu diréngsékeun tiheula nyaéta sagala hal anu aya pakaitna jeung diri sorangan. Mun dibasakeun deui kana bahasa anjuran mah, heulakeun faktor internal nembé ngalincak kana faktor eksternal. Sabab naon, percuma hiji jalma usaha naker, upamana baé ngaréngsékeun berkas pagwéannana nu numpuk di kantor, tapi manéhna ngarasa kapaksa sabab teu ngaheulakeun mupus rasa hoream nu ngancik dina dirina sorangan.

Kitu numutkeun sistematikana. Ari tina segi kejiwaan, dina nyanghareupan masalah kudu tenang, tur sumerah, ulah riweuh, malah mah kudu aya salawasna dina haté anu tengtrem tur genah. Haté bakal tenang kalawan dzikir ka Allah. Sing inget, ngan ku nginget Allah (dzikrullah) haté jadi tengtrem (Q.S. Ar-Ra’d [13] ayat 28). Pituduh moal datang kana pikiran anu riweuh. Pituduh lir ibarat cahaya, cahaya moal tembus kana kaca anu bobolokot ku kokotor, kokotor na mah rék dosa urang atawa kariweuh urang.

Tuluy deui dina Surat Al-Baqarah (2) ayat 45: Jeung pénta pitulung kalayan ku sabar jeung shalat, jeung saenyana nu kitu téh banget beuratna, kajaba keur jalma-jalma anu husu. Ari jalma anu milampah shalat kalayan sampurna téh nyaéta anu sumerah diri jeung tenang haténa, anu ngado’a kalayan bener-bener. Ari sabar éta cerminan jalma-jalma anu teu bosen kasab. Hartina do’a dibarengan ku usaha anu dilandasan ku kasabaran. Tapi duanana banget beuratna, kajaba jalma-jalma anu husu. Jalma anu husu téh anu bisa fokus jeung cuék. Ngeunaan fokus jeung cuék atawa tak acuh penjelasanna tiasa dibaca dina Élmu Lér Jeun.

Pituduh bakal datang, karana haté geus beresih, pikiran geus tenang. Ieu saluyu pisan jeung kaayaan manusa anu salilana moal pisah jeung nafsuna. Nafsu bakal nyegah kana pituduh, tapi sing inget ogé yén nafsu ogé bakal nganteur kana pituduh, gumantung nafsu nu mana nu ngawasa kana diri, naha nafsu amarah, lawamah atawa nafsu muthmainah. Jeung ari nafsu muthmainah éta nafsu anu ngadorong kana milampah kahadéan.

Rabu, 10 November 2010

Ijazah Ulah Jadi Andelan Hiji-hijina


Hiji naséhat dina hiji waktu diucapkeun guru simkuring, Bapa H. Ihin Solihin, Lc.: “Maranéh téh geus garedé, téréh lulus jadi sarjana. Tah kusabab kitu maranéh kudu geus boga planning anu jelas. Ulah rék ngandelkeun ijazah wungkul, kumaha lamun éta ijazah sarjana kaduruk atawa palid? Maka nu alus mah ulah jadi karyawan jeung pagawé, tapi boga karyawan jeung pagawé.”


Ayeuna téh pengusaha di Indonesia ukur 1,9 %, sésana buruh jeung pagawé. Peluang masih kénéh lega jeung pola pikir kudu buru-buru diganti kucara loba gaul jeung para pengusaha. Pan ari hayang pinter gaulna kudu jeung nu pinter, hayang seungit kudu gaul jeung tukang minyak seungit, kitu deui dimana hayang beunghar kudu loba gaul jeung nu beunghar. Lain ngala hartana, tapi ngala mind-sét na alias struktur berpikirna.


Terus, masih saur anjeunna, mun kuring ngomong kieu téh ulah ngan ukur uhun ayeuna ari balik poho, tapi buru-buru laksanakeun. Pek ti nol, sing sabar, leukeunan, rek kana naon we eta mah, kumaha life skill masing-masing, naha dina bidang pertanian, teknologi informasi, pendidikan, kadaharan, jeung sajabana. Bari ulah loba ngalamun tapi bertindak anu nyata. Da atuh percuma boga semangat, boga planning hadé, tapi pelaksanaannana teu kaur hég.


Panungtung, saur anjeunna kénéh, kahadé manajemén jeung sistem kudu alus jeung kudu tegas supaya usaha urang salawasna aman.